Baru-baru ini publik dikejutkan dengan aksi kekerasan yang melibatkan pembakaran mobil polisi dan penyegelan pabrik yang dilakukan oleh sekelompok massa yang mengatasnamakan GRIB Jaya (Gerakan Rakyat Indonesia Baru). Dalam peristiwa tersebut, nama Hercules Rosario Marshal kembali mencuat ke permukaan, disusul dengan penyebutan mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, sebagai “bau tanah” oleh kelompok yang sama.
Fenomena ini menyulut pertanyaan: siapa sebenarnya Hercules? Apa itu GRIB Jaya? Dan yang paling menarik — apa hubungan mereka dengan Menteri Pertahanan sekaligus tokoh politik utama, Prabowo Subianto?
Siapa Hercules Rosario Marshal?
Nama Hercules tak asing di kalangan masyarakat Jakarta dan pemerhati politik Indonesia. Pria kelahiran Timor Leste ini dikenal sejak era 1990-an sebagai tokoh preman Tanah Abang yang memiliki jaringan luas, baik di dunia bawah tanah maupun lingkaran politik.
Hercules sempat dipenjara atas berbagai kasus, termasuk pemerasan dan kekerasan. Namun, ia juga dikenal sebagai loyalis Prabowo Subianto sejak lama. Dalam berbagai kesempatan, ia menyebut Prabowo sebagai “pimpinan besar” dan dirinya hanya “anak buah”.
Apa Itu GRIB Jaya?
GRIB Jaya merupakan organisasi kemasyarakatan yang dibentuk oleh Hercules. Secara formal, GRIB mengklaim memperjuangkan hak-hak rakyat kecil, terutama dalam bidang sosial dan ekonomi. Namun dalam praktiknya, GRIB sering dikaitkan dengan aksi-aksi unjuk kekuatan, baik dalam konteks politik maupun sengketa lahan dan bisnis.
Meskipun mengusung nama “rakyat”, GRIB kerap beroperasi secara militan dan dikaitkan dengan aktivitas vigilante atau aksi premanisme terselubung. Organisasi ini beranggotakan banyak mantan petarung jalanan dan loyalis Hercules yang tersebar di berbagai daerah.
Insiden Terbaru: Mobil Polisi Dibakar, Pabrik Disegel
Dalam insiden terkini, massa dari GRIB Jaya dilaporkan melakukan penyegelan terhadap sebuah pabrik yang diduga terkait konflik bisnis. Tidak berhenti di situ, mereka juga membakar sebuah kendaraan milik kepolisian dalam prosesnya. Ini menjadi eskalasi serius, terutama karena GRIB bukan lembaga penegak hukum dan tidak memiliki otoritas formal untuk bertindak demikian.
Yang mengejutkan, dalam pernyataan publiknya, pihak GRIB menyebut nama Sutiyoso, tokoh militer dan mantan Gubernur DKI Jakarta, dengan nada merendahkan dan menyebutnya sebagai “bau tanah” — sebuah sindiran kasar bahwa ia sudah tua dan tak lagi relevan.
Apa Kaitan Hercules dan GRIB dengan Prabowo?
Kedekatan Hercules dengan Prabowo Subianto sudah menjadi rahasia umum. Keduanya memiliki sejarah panjang sejak masa Prabowo menjabat di Kopassus. Hercules bahkan dikenal sebagai salah satu “orang lapangan” yang mengamankan kepentingan Prabowo pada masa-masa awal karier politiknya.
GRIB Jaya pun secara terang-terangan menyatakan dukungan kepada Prabowo, terutama selama kontestasi Pilpres 2014 dan 2019. Dalam struktur politik informal, kelompok seperti GRIB bisa menjadi alat tekanan di lapangan — sesuatu yang kerap dipakai oleh elite politik di Indonesia.
Namun, dalam dinamika kekuasaan yang makin ketat dan penuh sorotan, aksi-aksi yang dianggap liar seperti pembakaran mobil polisi bisa menjadi bumerang — tidak hanya bagi organisasi itu sendiri, tapi juga bagi tokoh yang mereka dukung.
Antara Loyalitas dan Bahaya Simbolik
Dukungan Hercules dan GRIB kepada Prabowo bisa jadi berlandaskan loyalitas, tapi juga sarat kepentingan. Dalam politik praktis, kelompok-kelompok ini bisa menjadi pedang bermata dua: mereka bisa menjadi “pasukan darat” yang efektif, tapi juga menjadi beban politik ketika bertindak di luar kendali hukum.
Di tengah langkah Prabowo menuju puncak kekuasaan sebagai Presiden terpilih 2024, keterkaitan dengan kelompok bermasalah seperti ini bisa memicu pertanyaan serius tentang siapa yang akan “mengendalikan jalanan” di era pemerintahannya kelak.
Penutup: Bayangan Masa Lalu dan Ancaman Masa Depan
Kasus GRIB dan Hercules bukan sekadar kisah kekerasan jalanan. Ini adalah potret dari bagaimana kekuatan informal masih menjadi bagian dari lanskap politik Indonesia. Dalam demokrasi yang sehat, dukungan politik seharusnya lahir dari aspirasi rakyat — bukan dari tekanan kelompok yang bermain di batas legal dan ilegal.
Akankah Prabowo menegaskan batas terhadap para loyalis jalanannya? Atau justru kekuatan ini akan terus diberi ruang dalam struktur kekuasaan baru? Waktu akan menjawabnya, tapi publik sudah mulai bertanya.